Kamis, 19 Agustus 2010

Anak Katak dan Hujan


Ada kegundahan tersendiri yang dirasakan seekor anak
katak ketika langit tiba-tiba gelap.

"Bu, apa kita akan binasa ? Kenapa langit tiba-tiba gelap ?
ucap anak katak sambil merangkul erat lengan induknya.

Sang ibu menyambut rangkulan itu dengan belaian lembut.
"Anakku," ucap sang induk kemudian.

"Itu bukan pertanda kebinasaan kita. Justru, itu tanda baik,"
jelas induk katak sambil terus membelai. Dan anak katak itu
pun mulai tenang.

Namun, ketenangan itu tak berlangsung lama. Tiba-tiba angin
bertiup kencang. Daun dan tangkai kering yang berserakan
mulai berterbangan. Pepohonan meliuk-liuk dipermainkan
angin. Lagi-lagi, suatu pemandangan menakutkan buat si anak
katak kecil.

"Ibu, itu apa lagi ? Apa itu yang kita tunggu-tunggu ?"
tanya si anak katak sambil bersembunyi di balik tubuh
induknya.

"Anakkku, itu cuma angin," ucap sang induk tak terpengaruh
keadaan.

"Itu juga pertanda kalau yang kita tunggu pasti datang!"
tambahnya begitu menyenangkan. Dan anak katak itu pun
mulai tenang. Ia mulai menikmati tiupan angin kencang yang
tampak menakutkan.

"BLAAARR !!!! Suara petir menyambar-nyambar.
Kilatan cahaya putihpun kian menjadikan suasana begitu
menakutkkan. Kali ini, si anak katak tak lagi bisa bilang
apa-apa. Ia bukan saja merangkul dan sembunyi di balik
tubuh induknya. Tapi juga gemetar.

"Buuu, aku sangat takut. Takut sekali!" ucapnya sambil terus
memejamkan mata.

"Sabar, anakku ! Ucapnya sambil terus membelai.

"Itu cuma petir. Itu tanda ketiga kalau yang kita tunggu
tak lama lagi datang ! Keluarlah. Pandangi tanda-tanda yang
tampak menakutkan itu. Bersyukurlah, karena hujan tak lama
lagi datang." ungkap sang induk katak begitu tenang.

Anak katak itu mulai keluar dari balik tubuh induknya.
Ia mencoba mendongak, memandangi langit yang hitam,
angin yang meliuk-liukkan dahan, dan sambaran petir yang
begitu menyilaukan. Tiba-tiba, ia berteriak kencang,
"Ibu, hujan datang. Hujan datang!! Horreeee !"

Anugerah hidup kadang tampil melalui rute yang tidak
diinginkan. Ia tidak datang diiringi dengan tiupan seruling
merdu. Tidak diantar oleh dayang-dayang nan rupawan.
Tidak disegarkan dengan wewangian harum. Saat itulah,
tidak sedikit manusia yang akhirnya dipermainkan keadaan.
Persis sama anak katak yang takut cuma karena langit hitam,
angin yang bertiup kencang, dan kilatan petir yang
menyilaukan. Padahal, itulah sebenarnya tanda-tanda hujan.
Benar apa yang diucapkan induk katak : jangan takut
melangkah, jangan sembunyi dari kenyataan, sabar dan
hadapi. Karena hujan yang ditunggu akan datang.
Setelah kesukaran ada kemudahan.


Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,(Q.S. Al Insyirah:5)


(sumber;forum anak bangsa's group)

Rabu, 18 Agustus 2010

kembali kutemukan..

siang itu,,, kembali diriku dipertemukan dengan seorang sahabat....sahabat yang sekian lama tak kujumpai...sahabat yang selama ini mengantar dan mendampingiku untuk senantiasa istiqomah berpegang teguh pada tali agama Allah ini... dengan sabar ia mengajak dan menjemputku di rumah untuk kembali duduk bersamanya dalam suatu majelis yang biasa kami sebut dengan tarbiyah...

seperti biasa... bila kami bertemu, cerita itu takkan ada habisnya... di sepanjang jalan menuju tempat kami bermajelis, kami terus-menerus saling bertukar cerita...begitu banyak kabar-kabar gembira yang ia sampaikan padaku,,, kabar yang kembali mengingatkanku akan dakwah yang sempat ingin kutinggalkan....tiba-tiba ada segelintir rasa rindu merasuki jiwa ini tuk kembali meniti jalan panjang dan penuh kerikil tajam itu.... kumerindukan semangat tuk berjuang itu, semangat yang menggebu-gebu dan cita-cita yang begitu tinggi yang sempat kami bangun di masa kami sekolah dulu.... sungguh, kuterperangah, kuterharu, ternyata...sudah ada kemajuan dakwah di sekolah kami dulu....


entah mengapa, belakangan ini... diriku merasa sangat jenuh... sudah sekian lamanya langkah kaki ini tak lagi mendatangi majelis2 ilmu, tak lagi pernah datang tarbiyah....apalagi sibuk dalam dunia dakwah...diriku serasa ingin berlari dari dunia penuh perjuangan ini. ingin menjalani kehidupan yang "biasa-biasa" saja. diri ini merasa tak sanggup tuk menjalani kehidupan seperti ini. Menuntut ilmu dan berusaha tuk menegakkan syariat. diriku seolah-olah lupa dengan semua janji Allah. Janji yang dulunya begitu teguh kuyakini akan kebenarannya... tapi, apa yang terjadi dengan diriku kini??? semuanya tampak jauh, semuanya tampak menjenuhkan, begitu banyak pertanyaan2, terlebih dengan persoalan hidup yang menimpaku belakangan ini. sungguh, semuanya membuat diri ini sesak dan tak tahu arah,,, tak pernah ada kutemukan jawaban persoalan2 yang kian membelit diri ini.

namun, ketika kusampai kembali di majelis, kembali kududuk bersama sahabatku dan teman2 lain yang dengan setia tak pernah melewatkan materi-materi tarbiyah. Ada sedikit rasa cemburu terbersit dibenakku, cemburu akan kemajuan teman2 yang begitu ghiroh untuk menuntut ilmu, dan ilmu yang mereka miliki... sedangkan diriku???? tak ada beda dari yang dulu, malah datang dengan sedikit keterpaksaan hanya karena merasa sudah lama tidak bermajelis...

tanpa kusadari kembali kumenikmati dan kembali kumenemukan kebahagiaan lain yang hanya ada dalam majelis seperti itu. kembali lagi kumenemukan seluruh jawaban dari persoalan hidup yang membelit diriku belakangan ini. Semuanya terjawab... takjub, tak percaya, bahwa tiap materi yang kuperoleh dari tarbiyah merupakan jawaban-jawaban dari seluruh persoalan hidupku. diriku kembali teringat bahwa bila diri ini sedang pusing dengan masalah yang begitu membelit, jawabannya selalu kutemukan bila aku duduk dalam majelis seperti ini.
Subhanallah,,, kubegitu terharu mengingat hal itu... kini, kukembali mendapat keyakinan bahwa diri ini senantiasa haus akan ilmu syar'i, kebahagiaan sesungguhnya ada di dalamnya. segala permasalahan hidup akan menemukan titik temu bila semuanya dikembalikan pada Allah...

Kembali kubulatkan tekad bahwa diri ini tak bisa jauh dari majelis-majelis seperti ini, tak bisa berhenti tuk memperjuangkan agama Allah.
Kebahagiaan tidak hanya diperoleh dengan hidup yang "biasa-biasa" saja...dan sesungguhnya tak ada yang bisa lepas dari segala persoalan kehidupan, meskipun hidupnya "biasa-biasa" saja.
Hidup ini bukan hanya untuk dunia, namun juga untuk di akhirat kelak,, bukan hanya di dunia kita memiliki cita-cita yang tinggi, namun juga cita-cita yang tinggi untuk di akhirat. Oleh karena itu, jangan hidup "biasa-biasa" saja...namun usahakan pula yang terbaik untuk dunia dan akhirat...

Senin, 16 Agustus 2010

Ia merindukanmu....


Masih kuingat kebersamaan kita dulu. Saat itu, kau adalah seorang bocah kecil yang lugu. Namun, persahabatan itu telah terjalin dengan sangat erat antara kita. Kita mulai dengan kebersamaan di suatu tempat sederhana dengan teman-teman yang lain. Tempat itu kemudian kita sebut, masjid dekat rumahmu.

Saat senja datang, kau tentu sudah bersiap-siap di rumahmu. Mandi sore dibantu oleh ibu atau kakakmu. Bersiap-siap rapi dengan balutan islami itu. Sesekali ibu memoleskan bedak di pipimu, menambah ceria wajah lugumu. Selanjutnya, dengan langkah penuh dengan semangat, kau membawaku bersama dengan langkahmu. Celotehan-celotehan penuh ceria dengan teman-teman sebayamu ikut bersama tiap langkah-langkah itu.

Dan saat kita telah tiba di masjid itu, dengan semangat terkadang kau berlari menuju ustadzah, mencium tangannya dengan takzim, karena hari ini kau bahagia bisa kembali menjalakan aktivitas suci itu.

Kaupun segera tunaikan shalat maghrib bersama kawan-kawanmu saat adzan selesai dikumandangkan dengan indah oleh sang muadzin. Mengalun-alun dalam kepalamu dan membuatmu merasa nyaman dengan semua itu. Meski kadang shalat kau jalani dengan sesekali bercanda dengan kawan di sebelah shaf-mu. Namun, itupun karena kau belum paham betapa sakralnya ibadah itu. Tapi toh, tak pernah pula kau bermaksud meninggalkannya.

Dan waktu ba’da maghrib itulah favoritku. Saat kau mengambilku dengan lembut. Membuka tiap helaiku penuh senyuman. Lalu ayat-ayat dengan cadel namun penuh dengan semangat. Tak peduli begitu banyak kesalahan ucapan yang kau lakukan, namun kau terus berusaha untuk mengucapkannya dengan kemampuanmu yang terbaik...

Ah kawan, betapa indahnya masa-masa itu bagiku....

Dan kaupun makin beranjak dewasa. Turut pula kusaksikan betapa cepat waktu berlalu dan kudapati kau kini bukan lagi seorang anak kecil yang dulu begitu akrab denganku. Segala kesibukanmu di sekolah telah membuatmu tak lagi ada kesempatan untuk mengunjungi masjid dekat rumahmu itu. Mungkin, usia yang juga telah beranjak terus membuatmu merasa tak lagi cocok dengan keadaanmu yang dulu itu. Tapi tak masalah kawan, jika tetap kau baca ayat-ayat cinta itu meski hanya di rumahmu saja.

Tapi ternyata, kudapati diriku kini berdebu. Kudapati diriku hanya teronggok kesepian di sudut rak buku atau meja belajarmu. Kini kau sibuk berkutat dengan buku-buku pelajaranmu yang tebal-tebal itu. Kau begitu bangganya menenteng buku-buku ilmiah itu jika engkau pergi kemanapun. Tapi entah mengapa, kau begitu enggan menentengku seperti itu, takut dibilang sok alim, katamu.

Dan saat kau senggangpun, aku seolah bersaing dengan novel-novel fiksi atau majalah remaja yang kau gemari, atau bersaing dengan TV yang seolah tak pernah tertidur, atau dengan alunan musik yang dapat kau hapal dalam sekejap. Hingga kau lupa dengan kebersamaan kita dulu. Kau tak lagi mengenalku, mungkin akan sangat terbata jika kembali membacaku. Namun kau seolah tak peduli, mungkin terasa tak penting bagimu. Kau tak lagi mengenalku.



Kau tak lagi mengenalku.

Kawan,
Mengapa begitu mudah kau lupa akan kebersamaan itu dulu. Saat begitu sulit sebenarnya bagimu untuk membacaku karena keterbatasan ilmu dan otak yang kau miliki. Tapi kau tetap berusaha, khan? Kau membuatku yakin, bahwa suatu saat kau bahkan bisa menghapal seluruh ayat-ayat itu jika kau tetap dengan semangat yang dulu. Kau membuatku menyimpan harap, begitu cerahnya hatimu karena cahaya yang memancar lewat apa yang senantiasa kau pelajari.

Kawan,
Mungkin kau merasa tak seakrab yang dulu lagi denganku. Tapi aku tetap akan menanti tanganmu yang meraihku untuk kembali kau buka. Kau sela debu-debu yang menempel padaku dengan telapak tangan dan dengan hatimu. Untuk kau renungi kembali betapa beruntungnya kau dulu, dan betapa keberuntungan itu dapat kembali kau raih jika kau ingin membuka dirimu untuk mempelajari agama ini.

Kawan,
Aku masih meringkuk di sudut kamarmu dengan berdebu. Inilah diriku dengan lautan ilmu dan hikmah tak berbatas. Masih kutunggu jemarimu untuk meraihku. Kutunggu lisanmu untuk melantunkan kembali ayat-ayat itu. Dan hatimu untuk menyelami samudra luas cintaNya yang tak berbatas.

“Sesungguhnya orang-orang yang adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya kepada mereka, betambah (kuat) imannya, dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakkal.”
(QS. Al Anfal[8]:2)

Ketika tongkat telah berada dalam genggaman...


inilah saatnya... saat di mana tongkat itu telah berpindah tangan...saat di mana tongkat itu berada dalam genggaman...
inilah saat di mana amanah itu diberikan dan diteruskan. saat di mana adikmu seperti kalian dulu, dan kalian seperti kami dulu. kami tak bisa selamanya terus berada di posisi seperti itu... karena semua ada waktunya, semua ada batasannya, dan tentunya kami tidak bisa mengelak dari kata "tua"...
sekarang adalah waktu untuk kalian, kalian sebagai generasi selanjutnya.. generasi yang harus menjalankan dan meneruskan kembali perjalanan yang belum sempat kami pijak. hal ini kami lakukan bukanlah untuk melepas tanggung jawab, melainkan begitu banyaknya keadaan yang mengharuskan kami untuk mencukupkannya sampai di sini dan meneruskan tongkat berikutnya.
begitu panjang perjalanan yang masih harus ditempuh... masih penuh dengan duri dan kerikil tajam... sakit??? ya tentu... namun di situlah nikmat yang tiada kira... ketika kita harus merasakan pahit,sakit dan pedihnya hingga air mata ini bercucuran, demi memperjuangkan agama ini, demi melihat teman, guru, dan semua orang di sekitar kita menerima kebaikan, menjadi lebih baik, lebih paham sebagaimana kalian memperoleh kebaikan itu. tentunya semua yg kita lakukan itu hanya karena Allah, dan hanya untuk mendapatkan rahmatNya...
Berat tentunya, namun harus siap. inilah saatnya 4perkara penting itu diaplikasikan... Ilmu, Amal, Dakwah, dan Sabar...
Ingatlah bahwa tiap generasi memiliki warna tersendiri, tiap generasi memiliki karakter tersendiri, dan tiap generasi akan menghadapi masalah tersendiri yang berbeda dengan generasi2 sebelumnya. Dan kalianpun akan seperti itu. ingatlah juga bahwa hal yang paling penting dalam mengatasi masalah yang akan kalian hadapi adalah ukhuwah kalian... InsyaAllah, semuanya bisa diatasi bila ikatan ukhuwah kalian kuat. Yakinlah selalu bahwa; " sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan" (QS:94;6)
Kami hanya bisa berharap, agar semangat yang kami miliki dulunya bisa terwariskan ke kalian sekarang, segala sesuatu yang sudah dibangun tetap dihidupkan, dan cita-cita yang belum sempat terwujud bisa terwujudkan...
Genggamlah terus tongkat ini, dan berikan pada tangan selanjutnya dalam keadaan yang lebih baik...

Sabtu, 14 Agustus 2010

Hanya Meninggalkan Luka....

Ini adalah kisah seorang anak, di mana anak ini sulit menghilangkan watak buruknya. Anak ini sering berselisih paham dengan orang lain dan sering kehilangan kesabaran. Ayahnya prihatin dengan kondisi anaknya yang seperti itu, prihatin dengan watak buruk anak tersebut yang akan berdampak buruk terhadap anaknya bila ia terus menerus dalam kondisi seperti itu.

Suatu hari ayahnya memberi dia sekantung penuh paku,dan menyuruh memaku satu batang paku di pagar pekarangan setiap kali dia kehilangan kesabarannya atau berselisih paham dengan orang lain.
Hari pertama dia memaku 37 batang dipagar. Pada minggu-minggu berikutnya dia belajar untuk menahan diri, dan jumlah paku yang dipakainya berkurang dari hari ke hari. Dia mendapatkan bahwa lebih gampang menahan diri daripada memaku di pagar.

Akhirnya tiba hari ketika dia tidak perlu lagi memaku sebatang paku pun dan dengan gembira disampaikannya hal itu kepada ayahnya.
Ayahnya kemudian menyuruhnya mencabut sebatang paku dari pagar setiap hari bila dia berhasil menahan diri/bersabar.

Hari-hari berlalu dan akhirnya tiba harinya dia bisa menyampaikan kepada ayahnya bahwa semua paku sudah tercabut dari pagar.Sang ayah membawa anaknya ke pagar dan berkata :
"Anakku, kamu sudah berlaku baik,tetapi coba lihat betapa banyak lubang yang ada dipagar. Pagar ini tidak akan kembali seperti semula.Kalau kamu berselisih paham atau bertengkar dengan orang lain, hal itu selalu meninggalkan luka seperti pada pagar."
"Kau bisa menusukkan pisau di punggung orang dan mencabutnya kembali, tetapi akan meninggalkan luka."
"Tak peduli berapa kali kau meminta maaf/menyesal, lukanya sama perihnya seperti luka fisik."
"Kawan-kawan adalah perhiasan yang langka."
"Mereka membuatmu tertawa dan memberimu semangat."
"Mereka bersedia mendengarkan jika itu kau perlukan, mereka menunjang dan membuka hatimu."
"Tunjukkanlah kepada mereka betapa kau menyukai dan menyayangi mereka."
"Hargai dan jaga perasaannya sebagaimana drimu ingin diperlalkukan seperti itu."
"Jangan kau biarkan dirimu selalu meninggalkan luka pada orang yang ada di sekitarmu. "
"Jauh lebih berharga bila dirimu yang harus terluka karena menahan diri dari marah daripada harus melukai hati orang lain."


dari kisah tersebut, kita bisa belajar... bahwa kita harus senantiasa bersabar dan berusaha untuk menahan marah...agar tak melukai orang2 yang kita kasihi...

tak bisa dipungkiri bahwa sangat sulit untuk menahan marah, semua orang pernah marah tapi tidak semua yang berhasil mengalahkan amarahnya.

Saat marah terkadang keluar kata, kalimat yang tidak sepatutnya... dan akhirnya disesali. Marah membuat lidah jadi tajam dan mudah melukai hati orang lain. Terkadang untuk melampiaskannya, bukan hanya kata-kata yang menjadi tajam tapi perbuatan menjadi tak terkontrol...

marah memang merupakan tabiat alami manusia...luapan nafsu yang sering kali hanya mendatangkan bencana yang lebih besar. Sering kali memutuskan silaturahmi, mendatangkan kebencian... jadi... buat apa menuruti rasa marah...


Tapi menahan amarah tidak semudah itu. Saking berusahanya seseorang menahan amarah... kadang hatinya sendiri yang terluka, dan air mata pun menetes... itu jauh lebih berharga dibanding melukai hati orang lain.. karena itulah Allah menyediakan pahala yang besar bagi orang yang mampu menahan marahnya..

"Siapa yang menahan marah, padahal ia dapat memuaskan pelampiasannya, maka kelak pada hari kiamat, Allah akan memanggilnya di depan sekalian makhluk. Kemudian, disuruhnya memilih bidadari kehendaknya." (HR. Abu Dawud - At-Tirmidzi)

Jika marah..

1. Bacalah ta`awudz “A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim”. Bacaan ini yang dianjurkan Rasulullah ketika dua orang di sisi Nabi saling mencela. Ujar Nabi, "Sesungguhnya aku akan ajarkan suatu kalimat yang kalau diucapkan akan hilang apa yang ada padanya. Yaitu sekiranya dia mengucapkan, A’udzubillahi minasy syaithanir rajiim"
2. Merubah posisi ketika marah, seperti jika ia marah dalam keadaan berdiri maka hendaklah ia duduk, dan jikalau ia sedang duduk maka hendaklah ia berbaring.
3. Diam atau tidak berbicara. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad disebutkan, "Apabila di antara kalian marah, diamlah". Kalimat ini diucapkan Nabi Muhammad hingga tiga kali.
4. Berwudu. Karena marah adalah api, yang bisa melawannya hanya air. "Sesungguhnya marah itu dari setan dan setan itu diciptakan dari api, dan api itu diredam dengan air maka apabila di antara kalian marah, berwudulah" (H.R. Ahmad).
5. Kunci menghindari perbedaan pendapat menjadi sebuah pertengkaran hebat adalah ingatlah bahwa kita juga pernah berbuat kesalahan.

Ini mungkin nasehat yang sudah sering kita dengar ... tapi semoga bisa menjadi pengingat terutama bagi saya sendiri dan bagi yang sering lupa menahan marahnya...:)